Orang yang berilmu disebut alim. Dan orang yang tidak berilmu dikatakan jahil (bodoh). Seorang alim dapat memberikan jalan bagi orang yang berada di dalam kegelapan, sedangkan orang jahil bisa menyesatkan jalan seseorang. Maka, orang alim tentu saja tidak sama dengan orang yang jahil.
Dr Sami Afifi Hijazi dalam bukunya, Madkhal li Dirasah al-Falsafah al-Islamiayah mengatakan salah satu anugerah Allah SWT bagi manusia adalah akal. Artinya, mensyukuri nikmat akal itu dengan cara menggunakannya secara optimal baik membaca teks maupun realitas. Misalnya, mengkaji ilmu pengetahuan, menelaah ilmu agama, memikirkan jagat raya sebagai tanda kekuasaan-Nya, bertafakur (berpikir) dan lain sebagainya.
Allah SWT berfirman, ''Sesunggahnya dalam penciptaan langit dan bumi serta bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir.'' (QS Ali-Imran: 190). Berpikir tandanya berilmu, maka mencari ilmu adalah proses seseorang di dalam mengembangkan pikirannya. Orang yang berilmu dapat dikatakan cahaya yang menerangi kegelapan.
Karenanya, ilmu akan memberikan manfaat jika disertai dengan beberapa varian.
Pertama, ilmu dan amal. Antara ilmu dan amal tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana disinyalir oleh Imam Al-Ghazali, ‘'Seluruh manusia berada di dalam kebinasaan kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu pun akan binasa kecuali yang mengamalkan ilmunya.''
Kedua, ilmu, amal dan ikhlas. Ketiga varian ini mesti selalu bergandengan. Allah SWT berfirman, ''Dan tidaklah mereka diperintah oleh Allah melainkan supaya beribadah kepada-Nya dengan ikhlas.'' (Qs. Albayyinah : 5) Orang yang tidak ikhlas dalam melaksanakan amalannya dikatakan riya'. Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah saw. bersabda, ''Sesungguhnya yang paling aku takuti dari kalian adalah syirik kecil, yaitu riya'.'' (HR Imam Ahmad)
Ilmu seseorang senantiasa memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain, jika disertai amalan dan ikhlas. Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat kepada sesamanya. Apabila salah satu hilang dari seorang alim, ia akan hilang kemanfaatannya. Maka, berpikir, mesti dibarengi dengan amalan yang ikhlas supaya menjadi ilmu yang bermanfaat.
Ilmu yang bermanfaat dapat diketahui dengan melihat kepada pemilik ilmu tersebut. Di antara tanda-tandanya adalah:
1. Orang yang bermanfaat ilmunya tidak peduli terhadap keadaan dan kedudukan dirinya serta hati mereka membenci pujian dari manusia, tidak menganggap dirinya suci, dan tidak sombong terhadap orang lain dengan ilmu yang dimilikinya.
Imam al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) ra. mengatakan, "Orang yang faqih hanyalah orang yang zuhud terhadap dunia, sangat mengharapkan kehidupan akhirat, mengetahui agamanya, dan rajin dalam beribadah." Dalam riwayat lain beliau berkata, "Ia tidak iri terhadap orang yang berada di atasnya, tidak sombong terhadap orang yang berada di bawahnya, dan tidak mengambil imbalan dari ilmu yang telah Allah SWT ajarkan kepadanya."
2. Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya bertambah, bertambah pula sikap tawadhu', rasa takut, kehinaan, dan ketundukannya di hadapan Allah Ta'ala.
3. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya lari dari dunia. Yang paling besar adalah kedudukan, ketenaran, dan pujian. Menjauhi hal itu dan bersungguh-sungguh dalam menjauhkannya, maka hal itu adalah tanda ilmu yang bermanfaat.
4. Pemilik ilmu ini tidak mengaku-ngaku memiliki ilmu dan tidak berbangga dengannya terhadap seorang pun. Ia tidak menisbatkan kebodohan kepada seorang pun, kecuali seseorang yang jelas-jelas menyalahi Sunnah dan Ahlus Sunnah. Ia marah kepadanya karena Allah Ta'ala semata, bukan karena pribadinya, tidak pula bermaksud meninggikan kedudukan dirinya sendiri di atas seorang pun.
Oleh sebab itu, kita diperintahkan untuk memohon kepada Allah SWT ilmu yang bermanfaat. Di antara doanya adalah :
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima (di sisi-Mu)." (HR. Ibnu Sunni dalam Amalul Yaumi wal Lailah nomor 54 dan Ibnu Majah nomor 935. Hadits ini dihasankan oleh Abdul Qadir dan Syu'aib Al Arnauth dalam Tahqiq Zadul Ma'ad juz 3/385)
Doa ini dianjurkan dibaca pada pagi hari setelah shalat shubuh. (Lihat Hishnul Muslim halaman 67)
Pada hadits lain, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengucapkan doa :
n apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku dan ajarkanlah apa yang bermanfaat untukku. Tambahkanlah aku ilmu. Segala puji bagi Allah pada semua keadaan. Aku berlindung kepada Allah dari adzab neraka." (HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya. Lihat Sunan Tirmidzi nomor 49 dalam Kitab Da'wat dan Nasai dalam Sunan-nya nomor 3833 dari Abu Hurairah. Hadits ini dishahihkan oleh Al Albani dalam Misykah nomor 2493, tanpa lafadh "alhamdulillah 'alaa kulli haal … .")
Rasulullah mengancam keras dengan neraka kepada orang yang mempelajari ilmu agama untuk berbangga-bangga. "Barangsiapa menuntut ilmu agama untuk berbangga-bangga di hadapan para Ahli Ilmu atau mengelabuhi orang-orang bodoh atau agar mendapatkan perhatian khalayak, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka." (HR. Tirmidzi dari Ka'ab bin Malik dari bapaknya. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Semoga Allah SWT menganugerahkan kita ilmu yang bermanfaat dan terus menambahkan ilmu tersebut kepada kita sebagaimana Dia telah menganugerahkannya kepada Rasulullah saw. karena hanya ilmu yang bermanfaatlah yang dapat menumbuhkan rasa tenang, takut dan ketundukan yang sempurna kepada Allah didalam hatinya. Wallahu ‘Alam.
0 comments:
Posting Komentar